Meluruskan Pemahaman Terhadap Ketentuan Pengenaan PPN atas Jasa Perjalanan Keagamaan
HIMPUHNEWS - Belakangan ini, Peraturan Menteri Keuangan (PMA) Nomor 71 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu, cukup ramai diperbincangkan oleh para pelaku perjalanan haji dan umrah.
Sebagian pelaku usaha menganggap bahwa PMK 71/2022 mengatur pengenaan pajak atas perjalanan keagamaan, seperti haji dan umrah. Faktanya tidak demikian.
PMK 71/2022 merupakan perubahan atas PMK 92/2020 yang salah satunya mengatur tentang jasa perjalanan ke tempat lain yang menjadi bagian dari perjalanan ibadah keagamaan, seperti haji dan umrah.
Dalam PMK 71/2022 tersebut, terdapat pengenaan PPN terhadap jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan, misalnya paket perjalanan umrah plus Turki.
Tarifnya adalah 1,1 persen dari harga jual paket penyelenggaraan perjalanan jika tagihan dirinci antara perjalanan ibadah keagamaan dengan perjalanan ke tempat lain, dan 0,55 persen dari keseluruhan tagihan jika tidak dirinci.
Perlu ditekankan, bahwa PMK 71/2022 hanya mengubah besaran tarif PPN terhadap jasa perjalanan ke destinasi lain, namun tidak merubah esensi aturan sebelumnya.
Berikut ini jenis-jenis jasa perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata yang tidak terkena PPN:
1. Ibadah haji khusus dan/atau umrah ke kota Mekkah dan Madinah untuk peserta perjalanan beragama Islam
2. Ibadah ke kota Yerusalem dan/atau kota Sinai untuk peserta perjalanan beragama Kristen
3. Ibadah ke Vatikan dan/atau kota Lourdes untuk peserta perjalanan beragama Katolik
4. Ibadah ke kota Uttar Pradesh dan/atau kota Haryana untuk peserta perjalanan beragama Hindu
5. Ibadah ke kota Bodh Gaya dan/atau kota Bangkok untuk peserta perjalanan beragama Buddha
6. Ibadah ke kota Qufu untuk peserta perjalanan beragama Konghcu
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku