Sempat Tuai Polemik, Menhaj Tegaskan Kebijakan Penetapan Kuota Haji 2026 Tak Akan Dikaji Ulang

HIMPUHNEWS - Kebijakan sistem kuota haji berbasis masa tunggu dipastikan tidak akan dirombak, meski menuai pro-kontra di sejumlah daerah. Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf, menegaskan aturan itu wajib dijalankan karena merupakan amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Penegasan tersebut disampaikan Gus Irfan saat menghadiri Munas XI MUI di Ancol, Sabtu (22/11). Ia menjadi pembicara kunci dalam Sidang Pleno VII yang membahas ekosistem haji dan umrah yang adil dan akuntabel.
Usai sidang pleno, Gus Irfan menjawab sejumlah pertanyaan wartawan, termasuk polemik pembagian kuota haji yang kini dihitung berdasarkan panjangnya masa tunggu di tiap provinsi.
Menurutnya, aturan ini sebenarnya sudah lama tertuang dalam undang-undang, namun pelaksanaannya selalu tertunda. "Waktu itu ada upaya memberangkatkan waktu itu, ada yang nolak, tahun depan saja, sampai 5 tahun abis,"ujarnya.
Karena itu, ia memastikan sistem baru ini mulai diberlakukan tahun ini. "Siapa yang antri duluan, dialah yang berangkat. Prinsipnya itu saja," tegasnya.
Gus Irfan menekankan bahwa kebijakan tersebut bukan keputusan pribadi melainkan kewajiban menjalankan aturan negara. "Mau gak mau tahun ini segera. Kalau ada daerah saya berkurang, tidak akan selamanya berkurang," ujarnya.
Efek Langsung: Ada yang Naik, Ada yang Turun
Dengan sistem berbasis waiting list, distribusi kuota antarprovinsi akan berubah tiap tahun. Daerah dengan antrean panjang otomatis mendapat jatah lebih besar.
Contohnya:
-
Jawa Timur diproyeksikan mendapat 42 ribu kuota pada 2026, naik 7 ribu dari tahun sebelumnya karena memiliki 1,1 juta jamaah dalam daftar tunggu.
-
Jawa Barat justru turun sekitar 9.080 kuota, dari 38 ribu menjadi 29 ribu, seiring antrean yang “hanya” sekitar 700 ribu jamaah.
Gus Irfan menyebut, menunda penerapan aturan ini hanya akan memperpanjang lingkaran tak berkesudahan. "Insya Allah, nggak (dikaji ulang). Kita putuskan itu," katanya.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku
