himpuh.or.id

Dirjen PHU Ingatkan DPR: 'RUU Haji Jangan Jadi Aturan yang Menjebak Penyelenggara'

Kategori : Berita, Topik Hangat, Ditulis pada : 22 Agustus 2025, 09:00:05

1701668968-2.jpg

HIMPUHNEWS - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji masih terus berjalan di DPR RI. Namun, pemerintah mengingatkan agar setiap pasal diperhatikan dengan cermat, supaya tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief, menegaskan bahwa draf RUU harus benar-benar dikaji secara detail. Ia khawatir, bila ada celah dalam redaksi, penyelenggara haji bisa tersandung aturan yang menjerat.

“Saya baca betul satu-satu. Saya ingin, tidak ada menjebak penyelenggara karena ini penting sekali. Ada ruang-ruang kosong yang bisa menjebak penyelenggara,” kata Hilman dalam Focus Group Discussion (FGD) Tata Kelola Haji di Fraksi Gerindra, Kamis (21/8).

Polemik Kuota Haji

Salah satu hal yang disorot Hilman adalah soal kuota haji. Menurutnya, kuota selalu menjadi topik yang sensitif karena melibatkan kesepakatan antara Indonesia dan Arab Saudi.

“Kuota sangat penting bisa mempersepsikan kuota. Kuota itu jatah, jemaah haji Indonesia 221 ribu sejauh ini. Dan diperdebatkan cukup hangat, muncul skenario maksimum 8%,” tutur Hilman.

Hilman bahkan mengingat dilema yang dialaminya pada 2022 saat pembagian kuota haji reguler dan khusus. Dalam aturan hanya disebutkan porsi 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus, tanpa penjelasan apakah batas tersebut bersifat minimal atau maksimal.

“Tahun 2022 saya mau dipolilsikan bapak-bapak [penyelenggara haji] ini karena kurang dari 8%, kurang dari UU. Keputusan Kemenhaj yang tidak bisa saya nego itu kurang dari 8%,” ungkapnya.

Bagi Arab Saudi, kata Hilman, pembagian kuota hanya soal perbedaan layanan. Namun, di Indonesia, pembagian reguler dan khusus erat kaitannya dengan panjangnya antrean jemaah.

“Di kita khusus dan reguler kaitannya dengan antrean,” jelas Hilman.

Hilman juga mengingatkan adanya fenomena kuota yang tak pernah terisi penuh. Menurut catatannya, setiap tahun selalu ada ribuan sisa kuota.

“Dalam sejarah enggak pernah kuota terpenuhi. Ada 1.000–1.200 sisa,” ujar Hilman.

Kondisi ini, menurutnya, bisa menjadi celah hukum yang menyasar penyelenggara haji. Ia menilai, kekosongan kuota tidak seharusnya dipermasalahkan hingga ke ranah hukum. “Kasihan penyelenggara,” tambahnya.

Masalah Penggabungan Mahram

Isu lain yang tak kalah penting adalah aturan mengenai penggabungan mahram. Hilman menilai, kebijakan ini perlu dipikirkan ulang karena menimbulkan konsekuensi serius bagi kuota dan keuangan haji.

“Saya hitung jumlahnya 17–20 ribu. Mereka sama-sama dapat subsidi nilai manfaat full, padahal di belum berhak. Sah menurut undang-undang, tapi very dangerous buat BPKH. 21 ribu kali Rp 35 juta. Ini bahaya,” jelasnya.

Penggabungan mahram memungkinkan anggota keluarga berangkat bersama meski masa tunggu mereka berbeda jauh. Namun, dampaknya, ada jemaah reguler yang tertunda keberangkatannya karena kuotanya diambil oleh yang melakukan penggabungan.

“Setiap tahun kita menghambat percepatan orang yang harus masuk kuota 20 ribu. 10% dari kuota tertahan enggak berangkat,” ucap Hilman.

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id