Jemaah Umrah Indonesia, Dipuja di Saudi, Jadi Anak Tiri di Negeri Sendiri
Oleh : M Firman Taufik P
Ibadah umrah merupakan salah satu ibadah sunnah yang menjadi impian muslimin Indonesia. Peminatnya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, terlebih antrian untuk melaksanakan ibadah haji kini sudah mencapai belasan hingga puluhan tahun lamanya.
Ditambah dua tahun terakhir Baitullah tidak dapat dikunjungi oleh muslim asal Indonesia sebagai dampak dari pandemi Covid-19, sehingga ketika pemerintah Saudi kembali mengizinkan Indonesia untuk mengirimkan jemaahnya, berbondong-bondong para tamu Allah ini datang kesana, melepas rindu ber-Thawaf di pelataran Ka'bah dan berziarah ke makam Rasulullaah SAW.
Tercatat 957.016 jamaah umrah Indonesia telah selesai menunaikan ibadah umrah, terbanyak berasal dari Jawa Barat (171.275 jemaah), Jawa Timur (160.977 jemaah) dan DKI Jakarta (124.999 jemaah).
Jumlah jemaah yang cukup signifikan ini dipastikan akan terus bertambah, padahal musim Umrah 1444 Hijriyah baru berjalan setengah putaran atau sekitar lima bulanan yang akan berakhir pada akhir Syawal, sekitar minggu ketiga Mei 2023.
Ketika secara resmi umrah dibuka kembali pada Agustus 2022 lalu, yang paling merasakan efeknya adalah bandara Soekarno Hatta sebagai embarkasi bagi jemaah umrah.
"Kini AC disini nyala lagi" seloroh salah satu petinggi PT. Angkasa Pura, penguasa bandara udara se Indonesia.
Nyatanya pemberangkatan umrah turut berperan serta menggerakan kembali perekonomian Indonesia yang porak poranda dihajar si mungil tak kasat mata, virus Covid-19.
Hal yang sama juga terjadi di Saudi Arabia, negara tujuan akhir para tamu Allah. Indonesia adalah negara pengirim jemaah umrah terbesar nomor dua setelah Pakistan. Kehadiran para jemaah kita sangat dinantikan orang Saudi, khususnya para pedagang.
Baru-baru ini netizen heboh karena Rupiah laku di empat negara Asean, padahal dari zaman rikiplik Rupiah sudah dikenal dan sah sebagai alat pembayaran di Saudi Arabia (terkini yang dapat dijadikan pembayaran di Saudi adalah pecahan 50 dan 100 ribu Rupiah).
Rupiah sederajat dengan US Dollar di sana. Dan Anda tidak perlu repot-repot pakai google translate untuk berkomunikasi karena pedagang-pedagang disana fasih berbahasa Indonesia, padahal staf-staf toko ini berasal dari berbagai bangsa, ada orang Pakistan, Kazakhstan, Mesir, Maroko, Arab lokal, semua bisa berbahasa Indonesia, mereka lebih menghayati Sumpah Pemuda dibanding kita, berbahasa satu, bahasa Indonesia.
"Ayo murah, Indonesia bagus" adalah ungkapan yang lazim terdengar di pelosok pasar dan pusat oleh-oleh baik di kota Madinah maupun Makkah. Jemaah Indonesia dipuji dan dinobatkan sebagai jemaah paling tertib, penurut, ramah dan paling hobi berbelanja di mata bangsa Saudi Arabia.
Sayangnya hal yang sama tidak terjadi di sini. Jemaah umrah bak anak tiri di negeri sendiri. "Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah" adalah ungkapan yang pas untuk menggambarkan kondisi jemaah umrah kita.
Peraturan yang ada terasa diskriminatif dan memberatkan jemaah umrah. Salah satunya adalah kewajiban mendapat surat rekomendasi dari kantor Kementerian Agama RI untuk pembuatan paspor.
Lucunya jika Anda ingin pelesir ke Malaysia misalnya, surat rekomendasi ini tidak dibutuhkan sama sekali. Dasar persyaratan surat rekomendasi ini adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-GR.01.01-1029 tertanggal 20 Maret 2017 tentang Penegasan Prosedur Pelaksanaan Pencegahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Non Prosedural.
Jika melihat data yang dikeluarkan oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada tabel diatas, Saudi Arabia bukan negara penempatan tenaga kerja Indonesia tertinggi. Harusnya jika memang betul dasarnya adalah pencegahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Non Prosedural, maka surat rekomendasi pembuatan paspor diberlakukan juga untuk siapapun yang ingin pergi ke Malaysia, Taiwan, Singapore dan Hong Kong yang merupakan 4 besar negara tujuan penempatan TKI.
Bahkan di periode Desember 2022, Saudi Arabia sudah tidak masuk 5 besar negara penempatan TKI. Artinya selain diskriminatif bagi calon jemaah Umrah, regulasi ini sudah tidak relevan lagi.
Perlakuan diskriminatif lainnya yang akan dialami oleh jamaah umrah adalah kewajiban ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sesuai Keputusan Menteri Agama RI Nomor 1456 Tahun 2022 tertanggal 21 Desember 2022 yang merupakan pelaksanaan atas Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2022 tertanggal 6 Januari 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Program JKN diwajibkan hanya kepada jemaah umrah dan haji khusus saja, Anda yang ingin bepergian keluar negeri selain umrah dan Anda yang terdaftar sebagai jemaah Haji ONH Reguler tidak disebut diwajibkan ikut program JKN.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Prinsip asuransi sosial meliputi : 1) kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah; 2) kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif; 3) iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan; 4) bersifat nirlaba.
Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak berkaitan dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya.
-
Silahkan memberikan penilaian masing-masing apakah penerapan kewajiban keikutsertaan dalam program JKN bagi jemaah Umroh dan Haji Khusus sudah sesuai dengan prinsip asuransi sosial.
Perlu diketahui bahwa program JKN ini sangat baik dan akan berjalan jika keikutsertaan seluruh komponen masyarakat dapat dimaksimalkan. Tentunya akan lebih elok apabila edukasi dan sosialisasi JKN lebih ditingkatkan agar masyarakat sadar sepenuhnya untuk turut serta mensukseskan program JKN ini secara sukarela tanpa menjadikannya persyaratan untuk kegiatan apapun.
Walaupun tidak di cap sebagai pahlawan devisa, jemaah umrah Indonesia memiliki kontribusi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain nyata berperan menggairahkan roda perekonomian bangsa pasca pandemi Covid-19, jemaah umrah Indonesia juga berpotensi memberikan kontribusi yang sangat menguntungkan bagi perekonomian Indonesia.
TKI dianggap sebagai pahlawan devisa karena mampu melakukan remitansi. Mari kita lihat apa yang dilakukan jemaah umrah Indonesia. Dengan potensi rata-rata jumlah jemaah 1 juta per tahun dan harga minimal paket umrah Rp25 juta, maka nilai transaksinya sudah mencapai Rp25 triliun.
Komponen terbesar dalam paket umrah adalah tiket pesawat (40%) dan hotel (30%). Visa, asuransi dan komponen lokal di Saudi Arabia menyumbangkan 10% dari nilai paket. Maka sisanya sebesar 20% adalah komponen lain-lain (perlengkapan, komponen lokal domestik, dsb) yang melibatkan UMKM lokal.
Dapat dikatakan dari 100%, hanya komponen hotel dan visa yang tidak begitu memiliki dampak terhadap perekonomian kita, 60% transaksi terjadi di Indonesia, atau senilai Rp15 triliun. Saat ini terdapat 1.890 penyelenggara Umrah di Indonesia yang tentunya ikut serta menyerap puluhan ribu tenaga kerja domestik.
Lalu apakah ada apresiasi dari para pengambil kebijakan terhadap jemaah Umroh Indonesia? Rasanya para tamu Allah ini tidak memerlukan apresiasi apapun. Tujuan mereka melakukan ibadah umrah semata karena lillaahi ta'ala, bahkan bisa jadi doa-doa mereka yang didengar Allah Swt sehingga bangsa ini tetap dijaga dari segala mara bahaya. Cukuplah dipermudah urusan mereka dalam menggapai niat sucinya melangkahkan kaki di Tanah Suci, agar tidak menjadi anak tiri di negeri sendiri.
*Penulis adalah praktisi penyelenggara Umrah-Haji sejak tahun 1995
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku