HIMPUH: 400 Ribu Jemaah Indonesia Berangkat Umrah Tidak Lewat PPIU di Tahun 2024
HIMPUHNEWS - Berdasarkan data dari Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SISKOPATUH) Kementerian Agama, jumlah jemaah umrah Indonesia yang berangkat melalui perusahaan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) adalah sebanyak 1,4 juta orang di tahun 2024. Namun jumlah tersebut nyatanya tidak sesuai dengan data yang dirilis Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) Arab Saudi.
Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) Muhammad Firman Taufik mengungkapkan data Kemenhaj Saudi menyebutkan bahwa secara keseluruhan jumlah kedatangan jemaah umrah dari Indonesia adalah sebanyak 1,8 juta orang. Artinya, kata dia, ada sekitar 400 ribu jemaah yang melaksanakan umrah ke Arab Saudi tidak tercatat atau tidak melalui perusahaan PPIU resmi.
“Kalau kita menyandingkan datanya dengan apa yang dimiliki oleh Kementerian Haji dan Umrah agak lumayan berbanding terbalik. Kalau Indonesia mencatatkan 1,4 juta jemaah umrah sedangkan arab Saudi sendiri mencatatkan 1,8 juta jemaah,” kata Firman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI dengan Ketua Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Para Ketua Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) di Gedung DPR, Senayan Senin ((17/02).
Firman menyebut perbedaan data keberangkatan umrah dari dua negara ini bisa terjadi karena empat hal. Pertama, jemaah umrah tidak melaporkan keberangkatan dirinya kepada pemerintah melalui mekanisme SISKOPATUH. Kedua, jemaah umrah tidak berangkat menggunakan visa umrah.
“Karena umrah ini sekarang visanya macam-macam. Ada visa calling, ada visa ziarah, bahkan ada visa kerja, dan ada Visa turis yang paling baru,” ujar Firman.
Ketiga, jemaah berangkat umrah tapi melalui negara lain khususnya negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan lain sebagainya.
“Walaupun secara statistik kunjungan ke Saudi Arabia ini menjadi yang kedua atas kunjungan orang Indonesia ke luar negeri. Nomor 1-nya itu Malaysia, tapi bisa jadi yang ke Malaysia itu adalah hanya transit dan kemudian lanjut ke Saudi Arabia (untuk umrah),” papar Firman.
Keempat adalah mereka yang berangkat melaksanakan umrah tapi tidak menggunakan biro perjalanan PPIU resmi. Dengan kata lain melaksanakan umrah mandiri atau yang sering kita sebut umrah backpacker.
“Yang dua terakhir ini sebetulanya punya potensi melanggar Undang-Undang karena jelas di Undang-Undang dikatakan keberangkatan kelompok maupun perorangan harus melalui PPIU,” kata Firman.
Firman pun meminta agar Undang-undang (UU) Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang baru melarang secara tegas praktik umrah mandiri/backpacker. Selain mengancam ekosistem bisnis penyelenggara haji dan umrah resmi, praktik ini juga melanggar ketentuan UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
“Yang pertama adalah tadi berhubungan dengan peningkatan jumlah jemaah. Apalagi ada signifikan 400.000 jamaah yang bisa dikatakan mereka menyelenggarakan dirinya sendiri. Maka dengan ini kami sampaikan dengan segala hormat agar tidak dibuka celah untuk diselenggarakannya umrah secara mandiri tadi,” imbuh Firman.
Sebagai informasi, Komisi VIII DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan tersebut dinilai perlu pembaharuan, padahal usia UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah baru berusia 5 tahun. Terlepas usia UU 8/2019, RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah sudah masuk tahap menyerap aspirasi dari pemangku kepentingan alias stakeholder.
“RUU ini untuk merespon perubahan kebijakan dan sistem penyelenggaraan ibadah haji dan umroh serta perkembangan hukum. RUU tersebut masuk dalam salah satu RUU Prolegnas DPR RI tahun 2025, yang termasuk prioritas yang harus segera diselesaikan. Pembahasan masih dalam tahapan menggali dari stakeholder,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Singgih Januratmoko dalam rapat dengar pendapat Komisi VIII DPR, Senin (17/2/2025).
Dalam kesempatan itu perwakilan asosiasi penyelenggaraan ibadah haji khusus dan asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah memberikan masukan terhadap RUU Haji inisiatif Komisi VIII. Salah satunya mengusulkan RUU Haji tidak mengatur tentang umrah secara mandiri.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku