himpuh.or.id

Jangan Sampai Salah! Ini Tata Cara Mabit di Muzdalifah Sesuai Sunnah yang Wajib Diketahui Jemaah

Kategori : Berita, Khazanah, Ditulis pada : 03 Juni 2025, 10:20:33

9187d07f-8364-466b-93fa-e50531e894f9.jpg

HIMPUHNEWS - Mabit di Muzdalifah menjadi salah satu rangkaian penting dalam prosesi ibadah haji. Meski terkesan sederhana—bermalam di area terbuka setelah wukuf di Arafah—ibadah ini menyimpan makna spiritual yang mendalam. Seperti apa tata cara mabit yang benar menurut sunnah? Berikut ulasan lengkapnya.

Apa Itu Muzdalifah? Ini Sejarah dan Maknanya

Muzdalifah adalah area terbuka seluas sekitar 12,25 km² yang terletak di antara Makkah dan Mina. Tempat ini dikenal juga dengan nama Masy’aril Haram, dan memiliki nilai historis tersendiri.

Berjarak tak jauh dari Wadi Muhassir—lembah yang tidak termasuk wilayah Muzdalifah—daerah ini diyakini sebagai lokasi tempat dihancurkannya pasukan bergajah Raja Abrahah oleh Allah SWT saat hendak menyerang Ka'bah.

Secara bahasa, Muzdalifah berasal dari kata al-izdilaf yang berarti berkumpul atau mendekat. Nama ini merujuk pada tradisi berkumpulnya jemaah di tempat tersebut untuk menjama' shalat Maghrib dan Isya, serta bermalam selepas wukuf di Arafah. Bahkan dalam beberapa riwayat, Muzdalifah juga diyakini sebagai tempat pertemuan kembali Nabi Adam dan Hawa setelah berpisah.

Ibadah mabit di Muzdalifah berarti bermalam di lokasi tersebut. Tujuannya adalah untuk memperkuat ketundukan dan kepasrahan jemaah kepada Allah SWT, sekaligus sebagai bagian tak terpisahkan dari prosesi manasik haji.

Hukum Mabit di Muzdalifah: Wajib atau Sunnah?

Hukum mabit di Muzdalifah ternyata masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya wajib, sehingga jemaah yang tidak melaksanakannya diwajibkan membayar dam. Namun sebagian lainnya menganggapnya sebagai rukun, sementara sebagian ulama lain menyatakan mabit adalah sunnah.

Mengutip dari laman NU Online, dalam kitab Syarhul Jami’ li Ahkamil Umrah wal Hajji waz Ziarah halaman 9 dijelaskan sebagai berikut:

“Ulama kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah berkata, bagi jemaah haji wajib ada di Muzdalifah setelah masuk pertengahan malam sekalipun hanya diam dalam waktu yang sebentar.”

Artinya, kehadiran jemaah di Muzdalifah, meski sebentar, tetap wajib dilakukan bagi yang mampu.

Namun, ada keringanan bagi jemaah yang masuk kategori uzur—seperti sakit, lanjut usia, penyandang disabilitas, atau dalam kondisi padat dan berisiko tinggi—mereka boleh tidak mabit atau melakukan mabit dalam waktu yang sangat singkat. Termasuk pula petugas yang mengurusi jemaah, mereka mendapatkan rukhshah atau dispensasi khusus.

Ini Tata Cara Mabit Sesuai Sunnah

Mabit di Muzdalifah memiliki dasar kuat dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:

“Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram.” (QS. Al-Baqarah: 198)

Setibanya di Muzdalifah setelah wukuf di Arafah, jemaah haji disunnahkan untuk menjama’ shalat Maghrib dan Isya. Kedua shalat ini dilaksanakan secara berjamaah, biasanya dilakukan sebelum tengah malam.

Setelah shalat, jemaah akan bermalam di Muzdalifah—ada yang tidur, ada pula yang mengisi waktu dengan berdoa, berdzikir, dan memperbanyak istighfar.

Pagi harinya, jemaah melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Setelah itu, mereka mulai bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke Mina guna melaksanakan prosesi melontar jumrah.

Selama bermalam, para jemaah dianjurkan untuk memperbanyak doa dan zikir, menyadari bahwa momen tersebut adalah saat-saat penuh keberkahan di tanah suci. Mabit di Muzdalifah bukan sekadar tidur di alam terbuka, tapi merupakan ajang merenung, mendekatkan diri kepada Allah, dan memahami hakikat ibadah haji secara utuh.

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id