himpuh.or.id

Ini Tiga Alasan Utama Mengapa UU Pengelolaan Keuangan Haji Perlu Direvisi

Kategori : Berita, Topik Hangat, Ditulis pada : 10 November 2025, 09:00:58

bpkh-tegaskan-komitmen-penyaluran-nilai-manfaat-30102025-105934.jpg

HIMPUHNEWS - Komisi VIII DPR RI resmi menuntaskan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Pembahasan intensif dilakukan melalui Panitia Kerja (Panja) dengan melibatkan beragam pihak mulai dari Kementerian Agama, BPKH, MUI, PBNU, PP Muhammadiyah, hingga pakar dan penyelenggara haji.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abidin Fikri, mengungkapkan bahwa revisi UU ini lahir dari kebutuhan untuk memperkuat tata kelola keuangan haji agar lebih efisien, transparan, dan berpihak pada jemaah. Menurutnya, ada tiga alasan utama mengapa RUU ini menjadi sangat mendesak.

Tiga Alasan Utama Revisi UU

Pertama, kata Abidin, BPKH belum optimal menjalankan tugas dan kewenangannya dalam mengelola dana haji, terutama soal distribusi nilai manfaat.

“Termasuk mekanisme distribusi nilai manfaat bagi para jemaah yang dianggap tidak memenuhi unsur keadilan dan proporsionalitas,” ujarnya dalam rapat pleno harmonisasi RUU di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rabu (6/11/2025).

Kedua, sejumlah pasal dalam UU lama perlu disinkronisasi dengan UU No.14 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Ketiga, ada perubahan sistem penyelenggaraan haji di Arab Saudi yang perlu diadaptasi terutama dalam konteks pembiayaan.

Ada 33 Pasal Berubah, 6 Pasal Baru

RUU ini memuat 33 pasal yang direvisi, 6 pasal tambahan, dan 27 pasal lainnya yang disempurnakan. Dari hasil pembahasan, ada delapan isu krusial yang menjadi perhatian utama DPR:

  1. Setoran angsuran biaya haji (BIPIH) yang ditujukan untuk memperkuat dana kelolaan BPKH (Pasal 6).

  2. Distribusi nilai manfaat yang harus lebih adil sesuai masa tunggu calon jemaah (Pasal 16).

  3. Kedudukan dan kewenangan BPKH, termasuk keterlibatan dalam pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) (Pasal 20 dan 24).

  4. Struktur dan jumlah anggota Badan Pelaksana serta Dewan Pengawas yang diusulkan berjumlah minimal lima, maksimal tujuh orang (Pasal 29, 31, dan 38).

Abidin mencontohkan, efisiensi itu perlu karena pada 2026 nilai manfaat pengelolaan keuangan haji diperkirakan mencapai Rp14 triliun dengan biaya manajemen sekitar Rp480 miliar.

“Tentu setiap kuartal kami di Komisi VIII akan memeriksa, jika tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh BPKH maka ada rasio dikurangi. Saat ini pengelolaan keuangan haji berjumlah Rp173 triliun dari uang jemaah yang sekarang dikelola BPKH,” ujarnya.

  1. Investasi langsung yang porsinya harus lebih besar dibanding investasi keuangan lain (Pasal 48 ayat 3).

  2. Penempatan dana pada bank syariah yang sehat (Pasal 46 ayat 1a).

  3. Penyediaan valuta asing untuk kebutuhan BPIH (Pasal 46 ayat 1b dan 47 ayat 2).

  4. Pembentukan anak usaha BPKH dengan mekanisme pengawasan langsung oleh DPR (Pasal 48B).

Di sisi lain, Ketua Baleg DPR Bob Hasan menyoroti soal posisi kelembagaan BPKH, apakah bertanggung jawab langsung kepada Presiden atau kepada Menteri.

“Sekarang fungsi Menteri Agama dalam penyelenggaraan haji diampu Kementerian Haji, ini kita belum melihat itu. Ada banyak hal penting yang selanjutnya perlu diulas bersama anggota Baleg,” ujar politisi Partai Gerindra tersebut.

RUU ini menjadi momentum penting bagi pembenahan tata kelola keuangan haji — memastikan setiap rupiah dari jemaah dikelola aman, adil, dan membawa manfaat nyata bagi keberangkatan mereka ke Tanah Suci.

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id