Dirjen PHU Kemenag: Idealnya Subsidi Haji Cuma 30 Persen
HIMPUHNEWS - Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2022 benar-benar membuat dana kelolaan keuangan haji jebol.
Bagaimana tidak, Arab Saudi secara sepihak dan tiba-tiba menaikkan harga komponen pelayanan haji, khususnya harga layanan Masyair di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) menjadi SAR 5.656,87 per jemaah.
Padahal, Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII DPR RI semula hanya mengalokasikan SAR1.531,02 per jemaah. Sehingga, terjadi kekurangan sebesar SAR4.125,02 per jemaah, atau secara keseluruhan sebesar SAR 380.516.587,42, setara dengan Rp1.463.721.741.330.
Wal hasil, total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) rata-rata per jemaah mencapai Rp98 juta. Namun jemah haji rata-rata hanya membayar Rp39,89 juta.
Selisihnya yang mencapai hampir 60 persen tersebut disubsidi dari nilai manfaat pengelolaan keuangan haji. Itu merupakan nilai subsidi terbesar dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief, kondisi ini perlu disikapi agar penggunaan nilai manfaat menjadi lebih proporsional, demi keberlanjutannya.
"Dulu, penggunaan nilai manfaat dana operasional haji tidak lebih dari 50 persen. Tahun lalu sudah hampir 60 persen," terang Hilman saat memberikan sambutan pada Mudzakarah Perhajian Indonesia tahun 2022 di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Selasa (29/11/2022).
Dari data yang ada, lanjut Hilman, kondisi ideal penggunaan nilai manfaat dana operasional adalah pembiayaan haji tahun 2013. Saat itu, proporsi penggunaan nilai manfaat dana operasional kurang lebih 30 persen.
"30 persen penggunaan nilai manfaat dana operasional itu yang paling ideal. Tahun 2022, persentasi penggunaan nilai manfaat dana operasional sudah mencapai 60 persen. Perlu upaya untuk mengembalikan ke kondisi normal," paparnya.
"Kemenag berharap mulai tahun depan dan seterusnya ada rumusan biaya haji yang lebih proporsional, tandasnya.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku