Sudah 'Mampu' Tapi Malah Menunda Ibadah Haji, Bagaimana Hukumnya?
HIMPUHNEWS - Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu setidaknya sekali seumur hidupnya. Kewajiban ini bukan tanpa dasar, melainkan diperkuat oleh perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW.
Dalam Al-Qur’an, Allah wa jalla berfirman:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ ٩
“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari seluruh alam” (Ali Imran [3]: 97).
Kewajiban haji bukanlah ibadah yang bisa diabaikan atau ditunda tanpa alasan yang jelas. Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya haji melalui sabdanya dalam berbagai hadits: “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kalian untuk menunaikan haji. Maka tunaikanlah haji.” (HR Muslim, al-Nasai, dan Ahmad).
Dengan ayat dan hadis tersebut, jelas bahwa haji adalah suatu kewajiban yang harus segera ditunaikan bagi mereka yang telah memenuhi syarat, yaitu mampu secara fisik dan finansial.
Ulama sepakat bahwa kemampuan untuk melaksanakan haji meliputi adanya biaya yang cukup untuk perjalanan, kesehatan yang memadai, dan keamanan di perjalanan.
Namun, meskipun kewajiban ini jelas, banyak Muslim yang telah mampu memilih untuk menunda pelaksanaan ibadah haji. Lalu bagaimanakah hukumnya?
Ancaman bagi yang menunda ibadah haji
Rasulullah SAW memperingatkan bagi umat muslim yang sudah memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji namun menunda keberangkatannya, meraka akan terhalang dari berbagai kebaikan. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits:
إِنَّ الله , عَزَّ وَجَلَّ , يَقُولُ : إِنَّ عَبْدًا أَصْحَحْتُ لَهُ جِسْمَهُ ، وَأَوْسَعْتُ عَلَيْهِ فِي الْمَعِيشَةِ تَمْضِي عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لاَ يَفِدُ إِلَيَّ لَمَحْرُومٌ.
“Sesungguhnya Allah Azaa wa jalla berfirman, “Sesungguhnya seorang hamba telah Aku sehatkan badannya, Aku luaskan rezekinya, tetapi berlalu dari lima tahun dan dia tidak menghandiri undangan-Ku (naik haji, karena yang berhaji disebut tamu Allah, pent), maka sungguh dia orang yang benar-benar terhalangi (dari kebaikan)”
Mereka yang terus menunda tanpa alasan yang jelas berisiko mati dalam keadaan yahudi atau nasrani, sebagaimana diperingatkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Allah wa jalla telah memberikan segala yang diperlukan untuk melaksanakan haji, namun mereka yang terus menunda tanpa alasan yang jelas adalah orang yang terhalang dari kebaikan. Lebih jauh lagi, Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu bahkan menyatakan bahwa orang yang mampu namun tidak menunaikan haji bisa dianggap seolah-olah bukan bagian dari umat Muslim.
Wajib Segera atau Boleh Ditunda?
Terkait persoalan apakah haji wajib segera dilaksanakan atau boleh ditunda, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat bahwa haji wajib dilaksanakan secepat mungkin setelah seseorang mampu. Pendapat ini didasarkan pada urgensi kewajiban haji dan kekhawatiran akan terjadinya halangan di masa mendatang, seperti sakit, kehilangan harta, atau adanya kewajiban lain yang mendesak.
Di sisi lain, ulama Mazhab Syafi’i membolehkan penundaan haji bagi yang mampu. Pendapat ini merujuk pada fakta bahwa Rasulullah SAW sendiri menunda pelaksanaan haji selama beberapa tahun setelah kewajiban tersebut turun. Akan tetapi, meskipun penundaan diperbolehkan, Berdasarkan fatwa MUI tetap menegaskan bahwa disunnahkan bagi seseorang yang mampu untuk segera mendaftar haji.
Fatwa MUI juga memberikan situasi di mana menunda haji menjadi haram, yaitu ketika seseorang sudah berusia 60 tahun ke atas, khawatir kehilangan biaya haji, atau jika seseorang memiliki kewajiban qadla haji yang batal sebelumnya. Dalam situasi tersebut, menunda haji adalah tindakan yang tidak dibenarkan, dan wajib segera dilaksanakan.
Bagi mereka yang mampu namun menunda-nunda hingga meninggal dunia, wajib dibadalhajikan (dihajikan oleh orang lain atas nama dirinya). Namun, bagi mereka yang sudah mendaftar haji tetapi meninggal sebelum berangkat, ia tetap mendapatkan pahala haji dan wajib dibadalhajikan.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku