himpuh.or.id

HIMPUH Minta Revisi UU PIHU Atur Secara Spesifik Definisi dan Praktik Haji Mujamalah

Kategori : Berita, Topik Hangat, Haji, Ditulis pada : 20 Februari 2025, 14:32:33

1740036897090.jpg

HIMPUHNEWS - Penyelenggaraan Ibadah Haji Umrah (PIHU) di Indonesia telah diatur oleh Undang Undang (UU) No. 8 Tahun 2019. Dalam ketentuan UU tersebut dijelaskan penyelenggaraan haji yang sah dan resmi di Indonesia ada tiga, haji reguler, haji khusus dan haji mujammalah atau lebih dikenal dengan haji furoda.

Meski begitu, praktik penyelenggaraan haji mujamalah tidak didefinisikan dan diatur secara spesifik dalam UU tersebut. Hal inilah yang kemudian menyebabkan banyak orang ‘salah kaprah’ terhadap haji mujammalah yang ujung-ujungnya munculah berbagai penipuan haji yang sering kita dengar.

Demikian seperti disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik yang digelar DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengenai revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah di Jakarta, Rabu (19/02).

Firman mengatakan bahwa UU No. 8 Tahun 2019 mendefinisikan haji mujammalah adalah haji non kuota berdasarkan visa undangan dari Kerajaan Arab Saudi dan diselenggarakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Definisi ini, kata dia, sudah tidak relevan dengan penyelenggaraan haji mujammalah yang saat ini terjadi.

“Kalau kita bicara secara realitanya, visa mujamalah yang dipakai oleh kami para pihak swasta (PIHK) ini bukan visa undangan dari kerajaan Saudi Arabia. Tapi itu adalah visa yang kemudian didistribusikan melalui pihak lain, yang kemudian kami distribusikan lagi kepada jamaah. Sehingga (definisi ini) sudah tidak senafas dengan apa yang disampaikan di undang-undang nomor 8 tahun 2019,” kata Firman.

Firman menyebut selain definisi yang kurang tepat, haji mujammalah juga tidak diatur secara spesifik dalam UU No 8 Tahun 2019. Dimana, haji mujamalah hanya dibahas sebanyak 4 pasal saja. Hal inilah yang menurut Firman menjadi celah terjadinya praktik penipuan haji yang kerap terjadi di masyarakat setiap tahunnya.

“Jadi kalau di undang-undang tersebut ada 34 pasal yang membahas haji reguler,dan kami tidak punya hak untuk membahasnya karena bukan kami operatornya. Ada 29 pasal yang membahas tentang haji khusus lalu kemudian 21 pasal yang membahas tentang umrah dan hanya 4 pasal yang membahas tentang haji mujamalah,” sebut Firman.

“Menurut kami ini adalah ada sebuah ketidakpastian yang dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 2019, yang sama sekali tidak dimention tentang apakah visa mujamalah tersebut,” tambah dia.

Karena itu, Firman pun mengusulkan agar Revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji Umrah (PIHU) yang saat ini tengah dalam bahasan di DPR, bisa mendefinisikan dan mengatur secara spesifik mengenai penyelenggaraan haji dengan visa mujammalah. 

“Karena tema besarnya adalah revisi undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, maka usulan kami terhadap haji mujamalah adalah tentu perlu didefinisikan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan haji mujamalah tersebut. Lalu kemudian perlu diatur secara khusus dalam Revisi UU PIHU tentang visa mujammalah,” ujar Firman.

Ia menambahkan bahwa regulasi haji mujamalah ini nantinya juga harus diharmonisasikan dengan regulasi haji yang diterapkan oleh pemerintah Arab Saudi. 

“Kemudian usulan lainnya adalah kita perlu melakukan sosialisasi edukasi dan updating atas apa yang terjadi khususnya mengenai perubahan regulasi dari pemerintahan Saudi Arabia,” pungkas dia.

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id