Punya 'Catatan Hitam', Calon Haji Asal Lombok Dicekal di Bandara Saudi
HIMPUHNEWS - Dua calon jemaah haji asal Lombok dari embarkasi LOP 2 bikin heboh setibanya di Arab Saudi. Mereka terdeteksi punya catatan hitam di keimigrasian Saudi, riwayat deportasi dan masuk daftar cekal.
Satu dari dua jemaah akhirnya harus gigit jari dan dipulangkan ke Indonesia.
“Yang satu bisa lanjut karena masa cekalnya sudah habis, sementara satu lagi harus dipulangkan karena masa cekalnya masih berlaku,” ujar Konsul Jenderal RI di Jeddah, Yusron B. Ambary, dalam konferensi pers Selasa (6/5), pukul 16.00 waktu Arab Saudi.
Kedua jemaah tersebut berinisial MH dan M. Mereka ketahuan saat menjalani pemindaian biometrik dan sidik jari di pos imigrasi bandara Saudi.
MH ternyata pernah dideportasi pada 2006. Meski sempat mengganti nama, sistem biometrik tetap mengenali sidik jari dan data lamanya. Untungnya, masa larangan masuknya sudah habis.
Setelah klarifikasi dan didampingi petugas haji, MH akhirnya diizinkan masuk dan bisa melanjutkan ibadah haji.
Lain cerita dengan M. Ia dideportasi pada 2019. Masa cekalnya masih berlaku. Sesuai aturan Saudi, daftar cekal berlaku selama 10 tahun sejak deportasi.
“Ini jadi pengingat bahwa proses visa untuk haji tidak melibatkan data biometrik. Tapi saat masuk imigrasi, semua terekam dari sidik jari dan wajah. Sistem mereka langsung mendeteksi,” jelas Yusron.
Menurutnya, kasus seperti ini bisa dicegah kalau jemaah berangkat lewat skema fast track, seperti yang tersedia di Bandara Soekarno-Hatta, Juanda, dan Solo.
“Kalau fast track, ketahuan dari Indonesia. Tapi Lombok belum pakai fast track, jadi baru ketahuan saat tiba di Saudi,” tambahnya.
Yusron menegaskan, persoalan deportasi dan cekal memang langganan muncul di setiap musim haji.
“Kemenag selalu melakukan sosialisasi. Yang mau berhaji, pastikan tidak masuk kategori cekal,” pungkasnya.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku