Lunasi Utang atau Berangkat Umrah, Mana yang Sebaiknya Didahulukan?
HIMPUHNEWS - Banyak umat Islam menghadapi dilema: lebih dulu melunasi utang atau melaksanakan ibadah umrah? Pertanyaan ini sering muncul, terutama bagi mereka yang sangat ingin beribadah tetapi kondisi finansial belum stabil.
Islam mengajarkan ibadah harus dilakukan dengan keikhlasan sekaligus tanggung jawab. Karena itu, penting memahami prioritas agar langkah yang ditempuh sesuai syariat.
Perintah Umrah dalam Al-Qur’an dan Hadits
Umrah sendiri punya dasar kuat dalam Al-Qur’an, salah satunya surat Al-Baqarah ayat 158:
۞ إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ ٱلْبَيْتَ أَوِ ٱعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Hadits Rasulullah SAW juga menegaskan kewajiban umrah bagi yang mampu:
الْعُمْرَةُ وَاجِبَةٌ كَوُجُوبِ الْحَجِّ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً
Artinya: "Umrah hukumnya wajib, seperti wajibnya haji, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana." (HR Anas bin Malik).
Hadits lain menambahkan keutamaan umrah berulang:
العُمْرَةُ إلى العُمْرَة كَفَارَةٌ لِما بَيْنَهُمَا والحجُّ المَبْرُورِ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إلاّ الجَنَّة
Artinya: "Dari satu umrah ke umrah yang lainnya (berikutnya) menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga." (HR Muslim).
Namun, semua ini berlaku bagi yang sudah benar-benar mampu. Allah SWT berfirman dalam surat Ali 'Imran ayat 97:
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Seperti dijelaskan dalam buku Haji dan Umrah: Sebuah Perjalanan Spiritual dari Niat hingga Tawaf Wada karya Nadia Kharisma Afri, ayat ini menegaskan jika seseorang belum memiliki cukup uang, maka umrah dan haji belum menjadi kewajiban baginya. Dalam situasi ini, menabung untuk berangkat ibadah bukan prioritas utama jika masih ada kewajiban lain, seperti melunasi utang.
Utang Adalah Amanah yang Harus Ditunaikan
Dalam Islam, utang bukan perkara sepele. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa ruh seseorang bisa tertahan karena belum melunasi utangnya.
Hal ini juga ditegaskan Buya Yahya dalam kajian di channel YouTube-nya berjudul “Umrah atau Melunasi Hutang KPR Dulu? Jangan Sampai Salah Pilih ya!” yang dikutip dari Al Bahjah TV.
Buya Yahya menegaskan: jika ada utang yang sudah jatuh tempo, maka haram hukumnya mendahulukan haji atau umrah. Utang adalah hak orang lain yang wajib ditunaikan sebelum beribadah ke Tanah Suci.
Jangan Umrah dengan Utang Baru
Fenomena lain adalah paket umrah dengan sistem “berangkat dulu, bayar belakangan”. Sekilas tampak menggiurkan, tetapi secara syariat hal ini bermasalah.
Buya Yahya mengingatkan, jika seseorang masih punya tanggungan utang lalu menambah utang baru hanya demi umrah, maka itu tindakan yang tidak bijak. Islam mendidik umat untuk memprioritaskan kewajiban, bukan memaksakan ibadah sunnah dengan menambah beban finansial.
“Ibadah harus dilakukan dengan ketulusan dan tanggung jawab, bukan dengan membebani diri,” tegasnya.
Islam bukan hanya agama yang menekankan ibadah ritual, tetapi juga akhlak dan tanggung jawab sosial. Jangan sampai semangat menjalankan ibadah sunnah justru melalaikan kewajiban terhadap sesama manusia.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku