Pelunasan Bipih Baru 53 Persen, Kemenhaj: Tahap Pertama Memang Tak Pernah Penuh

HIMPUHNEWS - Menjelang penutupan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahap pertama pada 23 Desember 2025, angka pelunasan jemaah haji masih jauh dari kata maksimal. Kondisi ini kembali menegaskan pola yang berulang setiap tahun: tahap awal hampir tak pernah terisi penuh.
Data terbaru menunjukkan, pelunasan Bipih jemaah haji reguler baru mencapai 108.309 orang atau sekitar 53,73 persen dari total kuota 201.585 jemaah. Di sisi lain, jumlah calon jemaah yang telah memenuhi syarat istitaah tercatat sebanyak 133.566 orang.
Sementara untuk jemaah haji khusus, angka pelunasan bahkan masih lebih rendah. Hingga kini, baru 4.949 orang atau 10,91 persen dari total kuota 24.860 jemaah yang menyelesaikan pelunasan Bipih. Padahal, sebanyak 5.825 calon jemaah haji khusus sudah dinyatakan memenuhi istitaah.
Direktur Jenderal Pelayanan Haji Kementerian Haji dan Umrah, Ian Heryawan, menegaskan bahwa kondisi ini bukan hal baru.
“Karenanya kami selalu menyiapkan tahap 2 untuk pengisian sisa kuota,” ungkapnya dilansir dari mediaindonesia, Rabu (17/12).
Tahap Kedua dan Jemaah Cadangan Disiapkan
Ian menjelaskan, selama ini pelunasan Bipih, baik untuk haji reguler maupun haji khusus, tidak pernah mencapai 100 persen pada tahap pertama. Karena itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi.
“Cadangan ini berarti jemaah nomor urut berikutnya yang seharusnya berangkat tahun depan namun diberikan kesempatan untuk melunasi pada tahun ini. Jika masih ada sisa kuota tahap 2, cadangan ini yang akan mengisi,” tegas Ian.
Ia memastikan, data jemaah cadangan telah dikirimkan ke daerah masing-masing untuk proses verifikasi. Para jemaah tersebut pun diminta bersiap mengikuti pelunasan pada tahap selanjutnya.
Minim Sosialisasi hingga Prosedur Dinilai Rumit
Di sisi lain, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menilai lambatnya pelunasan Bipih tidak bisa dilepaskan dari lemahnya sosialisasi dan kompleksitas prosedur yang dihadapi jemaah.
“Khususnya kalau untuk haji reguler itu ada KBIHU. Karena mereka yang langsung berhadapan head to head dan berinteraksi dengan calon jemaah. Kemudian juga untuk haji khusus, mesti melalui asosiasi,” ujar Mustolih.
Ia menyebut setidaknya ada dua faktor utama yang kerap dikeluhkan jemaah. Pertama, minimnya sosialisasi di tingkat daerah yang membuat masyarakat masih bingung terkait perubahan otoritas penyelenggaraan haji.
“Pertama adalah minim sosialisasi karena masyarakat di bawah, terutama di daerah-daerah itu bingung dan masih mengira bahwa penyelenggaraan ibadah haji itu di Kemenag. Maka mereka masih sering mengontak ke KUA dan Kandepag. Hal ini telah membuktikan bahwa sosialisasi itu belum menyeluruh dan merata,” kata dia.
Faktor kedua, lanjut Mustolih, adalah prosedur yang dinilai belum ramah jemaah. Banyak calon jemaah harus bolak-balik mengurus administrasi hingga datang langsung ke bank.
“Nah ini kan butuh waktu juga dan kemudian tidak efisien. Mestinya kan haji ini di Arab Saudi saja sudah digital, maka layanannya semestinya juga dilakukan secara digital. Untuk pelunasan saya kira tidak perlu ke bank, itu tidak perlu datang langsung, bisa pakai mbanking. Kementerian Haji sendiri saya melihat belum ada tutorial, panduan jamaah yang berupa misalnya tayangan-tayangan pendek, video yang diunggah di Instagram atau apa,” urai Mustolih.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku
