Hati-hati! KPK Identifikasi Lokus Rawan Korupsi di BPKH
HIMPUHNEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk memperbaiki tata kelola lembaga dalam rangka menutup celah peluang tindak pidana korupsi.
Berdasarkan laporan Direktorat Monitoring KPK, terdapat sejumlah lokus di BPKH yang rawan tindak pidana korupsi, antara lain mark-up biaya akomodasi, penginapan hingga biaya pengawasan haji.
Ketua KPK, Firli Bahuri bahkan menyebut adanya perbedaan yang berpotensi merugikan negara hingga Rp160 miliar.
"Faktanya menunjukkan ada perbedaan harga mulai dari biaya inap, itu cukup tinggi, termasuk biaya makan dan biaya pengawasan haji. (Berpotensi) timbul kerugian negara Rp 160 miliar waktu itu," kata Firli Bahuri dalam keterangannya, Jumat (6/1/2023).
Kata Firli, pihaknya juga menemukan adanya permasalahan dalam penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Ia menyebut ketetapan itu tidak sesuai dan diduga bakal menggerus dana pokok setoran jemaah haji.
"KPK juga menemukan permasalahan yakni penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tidak sesuai ketentuan dan berpotensi menggerus dana pokok setoran Jemaah," jelas dia.
Lebih lanjut, Firli menyebut pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji diperoleh dari setoran jemaah dan nilai manfaat yang diperoleh dari dana pengelolaan haji per tahun dengan skema direct cost dan indrect cost.
"Saat ini indirect cost dipergunakan untuk mensubsidi direct cost dengan membiayai selisih biaya penerbangan, akomodasi selama di Mekkah dan Madinah," papar Firli.
Dia mencontohkan, seharusnya BPIH seorang jemaah dipatok senilai Rp98 juta. Namun, kenyataannya BPIH saat ini hanya di angka Rp 39 juta. Dengan sistem ini, Firli menyebut skema indirect cost makin meningkat setidaknya lebih dari 50 persen tiap tahunnya.
"Dengan kebijakan pemerintah-sejauh ini-yang tidak menaikkan BPIH, dapat dilihat indirect cost (subsidi) terhadap direct cost semakin meningkat setiap tahunnya," imbuh dia.
Sehingga, kata Firli, indirect cost ini akan cepat habis. Ia menilai hal ini bakal merugikan jemaah yang menunggu. Tak hanya itu, dana manfaat itu diduga bakal habis pada tahun 2026-2027.
"Sehingga berpotensi merugikan Jemaah yang masih dalam masa tunggu. Jika kondisi ini terus berlangsung, diperkirakan dana manfaat tersebut akan habis pada tahun 2026-2027," kata dia.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku