Banyak 'Data Batu' dalam Daftar Antrean Haji
HIMPUHNEWS - Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief mengungkap bahwa ada ribuan bahkan ratusan ribu 'data batu', yang terdaftar di dalam antrean haji.
Menurut Hilman, data batu tersebut muncul salah satunya akibat program dana talangan melalui koperasi dan perbankan, yang juga menyebabkan antrean haji di Indonesia menjadi panjang.
"Data batu ini maksudnya mereka yang dipanggil tidak ada, alamatnya tidak terdeteksi. Ini nanti akan kita mitgasi, dan mudah-mudahan bisa terdeteksi, berapa ribu sih yang menjadi kuota batu tersebut," kata Hilman dalam Webinar Kemenkeu Corpu Talk, yang dilansir Senin (20/3/2023).
"Dan memang jemaah yang menggunakan dana talangan ini ada yang aktif ada juga yang tidak, yang sudah tidak [bayar] cicilan juga banyak. Ini satu masalah, menambah jumlah antrean padahal yang bersangkutan sudah tidak aktif," sambung Hilman.
Ia menyebut, jika data batu itu dihapus, maka akan bisa mengurangi jumlah antrean. Meski demikian, Kemenag sendiri tidak berhak menghapus porsi haji.
"Secara Undang-Undang yang berhak membatalkan porsi haji hanya orang yang bersangkutan," tukas Hilman.
Di sisi, panjang antrean haji Indonesia disebabkan oleh biaya setoran awal yang tidak berubah sejak 2010, yaitu Rp25 juta. Untuk itulah diperlukan penyesuaian.
"Dulu Rp25 juta itu setara dengan 70 persen total biaya haji, sebesar Rp30-35 juta. Tapi sekarang, setelah 10 tahun, biaya haji sudah lebih dari Rp90 juta," tukas Hilman.
Kemenag dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sendiri telah selesai mendiskusikan besaran kenaikan setoran awal haji, dan tinggal masuk ke tahap penetapan.
"Mungkin nantinya [kenaikan setoran awal haji] akan secara natural bisa menyeleksi orang yang mau ikut mendaftar, dan di saat bersamaan keuangan haji di BPKH bisa sustain dan survive," pungkas Hilman.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku