himpuh.or.id

Muassasah Jelaskan Kronologi Penangkapan Sepihak Jemaah Umrah Indonesia oleh Polisi Saudi

Kategori : Berita, Topik Hangat, Ditulis pada : 21 Maret 2024, 16:00:27

377365_8740042_updates.jpg

HIMPUHNEWS - Lima orang jemaah umrah asal Indonesia ditangkap oleh Aparat Keamanan Arab Saudi pada Selasa 12 Maret 2024 di Makkah sekitar pukul 22.13 WAS. Kelimanya ditangkap secara sepihak oleh Polisi Saudi karena dituduh melakukan praktik berjualan secara illegal di tanah suci.

Setelah ditangkap, kelimanya lalu diputus bersalah oleh Mahkamah Arab Saudi dan dikenai sanksi Tarhil (deportasi). Untuk diketahui jemaah yang dikenai sanksi tarhil dilarang memasuki Arab Saudi dalam kurun waktu 10 tahun.

Pihak Muassasah Mazaya Co For Pilgrims and Visitors Service selaku badan pelayanan jemaah umrah BB Tour selama di Arab Saudi menjelaskan rincian kronologis penangkapan sepihak Kelima jemaah umrah tersebut. Pihak muasasah Mazaya menjelaskan bahwa kasus penangkapan sepihak seperti ini sudah sangat sering terjadi dan kebanyakan diantaranya memutus jemaah dengan putusan yang tidak adil seperti kasus 4 jemaah BB Tour dan 1 Jemaah MQ Travel diatas.

Jemaah Ditangkap Saat Duduk Usai Beli Oleh-oleh

Muhammad Satta dari pihak Muassasah Mazaya bercerita bahwa penangkapan jemaah umrah Indonesia itu berawal ketika 4 jemaah BB Tour hendak membeli oleh-oleh usai melaksanakan shalat tarawih di Masjidil Haram pada Selasa 12 Maret 2024 lalu sekitar pukul 22.00 WAS.

Empat jemaah tersebut berburu oleh-oleh di kawasan pertokoan sekitar Zamzam Restaurant yang bersebelahan dengan Hotel Royal Majestic Makkah. Para jemaah itu membeli oleh-oleh berupa sorban dan baju.

Usai membeli oleh-oleh empat jemaah BB Tour tersebut lalu duduk sejenak di depan trotoar dekat toko tempat ia membeli oleh oleh sambil menyalakan sebatang rokok. Lalu datang seorang jemaah dari MQ Travel menghampiri 4 jemaah BB Tour untuk meminta pemantik api untuk juga menyalakan rokok.

Tak lama berselang, tiba-tiba datang rombongan Askar (Polisi Arab Saudi) dan menginterogasi kelima jemaah tersebut dan menuduhnya telah melakukan praktik Malabis atau berdagang pakaian secara ilegal dengan barang bukti oleh-oleh yang dipegang jemaah.

"Jadi pas didatengin jemaah ini dibilang jualan 'malabis' sama petugas terus ditanya mana Iqamahmu (ijin tinggal bagi ekspatriatdi Arab Saudi), mereka jawab tidak punya Iqamah karena mereka Jemaah Umrah, nah saat dia bilang jemaah umrah dia gabisa buktiin karena saat itu dia gak pegang passpor dan visa," kata Muhammad saat dihubungi himpuhnews Kamis (21/03). Untuk diketahui saat umrah, dokumen jemaah sepertu paspor dan visa dititipkan kepada pihak travel untuk mencegah terjadinya kehilangan saat di tanah suci.

Usai tak bisa menunjukan dokumen-dokumen yang membuktikan bahwa mereka adalah jemaah umrah, mereka langsung ditangkap dan diseret ke 'Balladiyah' (semacam kantor Satpol PP di Indonesia) untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Dituduh Melanggar Hukum Tanpa Bukti yang Jelas

Sesampainya di Balladiyah, bukannya dimintai keterangan jemaah justru langsung disidik dan dituduh melanggar hukum dengan pelanggaran "Al 'Amal li Hisabi Al Khas" atau kerja mandiri secara ilegal.

"Nah di Balladiyah ini petugas nyidik kamu jualan ya (dengan barang bukti oleh-oleh sorban dan pakaian), lalu dijawab (oleh jemaah) dan berani sumpah ini saya baru beli. Dia terus bilang ni loh ada tiket ku ada di pdf nya tiket pulang, tapi gamau juga dan gamau tau dari Satpol PP Saudi ini lalu dilempar ke Kantor Polisi," kata Muhammad.

"Lalu ketika mereka (para jemaah) dilempar ke kantor polisi, dari muassasah dapat kabar dan sudah nungguin dari jam 1 malem sampai jam 5 pagi. Kita mau ngambil (para jemaah) gak bisa karena ini polisi yang nangkep pertama itu gatau dimana, sementara dia yang nangkep pertama itu sudah kasih hitam diatas putih kalau ini terbukti berjualan Malabis," sambung dia.

Muhammad menuturkan bawa proses interogasi, proses penangkapan hingga penetapan vonis bersalah dan sanksi tarhil (deportasi) kepada kelima jemaah tersebut berlangsung cepat sekali sehingga pihaknya mengaku kesulitan untuk memberikan pendampingan hukum yang layak.

"Jadi prosesnya itu cepat karena dari waktu ke tangkep lalu ke balladiah, dari balladiah langsung disidik berjualan Malabis lalu setelah disidik langsung ke kantor polisi. Di kantor polisi inilah lalu dibikinkan semacam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) lalui dilakukan sidik jari. Pas sidik jari langsung masuk ke sistem. Nah kalau sudah masuk sistem ini udah gak bisa diapa-apain. Lalu sekitar jam 07.00 pagi itu (para jemaah) sudah dilempar ke Tarhil di Penjara perbatasan Makkah Jeddah," terang Muhammad.

Usai dimasukan ke penjara, Muhammad bersama tim Muassasah Mazaya pun langsung menyiapkan langkah-langkah pendampingan dengan berkordinasi dengan banyak pihak. Hingga pada Kamis (14/03) pihaknya bertemu dengan Pimpinan Penjara Tarhil untuk memberikan penjelasan mengenai kasus penangkapan tersebut dan memberikan argumentasi bahwa ini adalah penangkapan yang tidak adil tanpa adanya bukti yang valid.

" Jadi jemaah ini tuduhannya jualan, lalu kita kasih argumen kalo dia jualan mana buktinya, kenapa polisi bisa kasih laporan jualan? apa ada video kalo dia jualan, apa ada foto saat dia jualan, mereka tidak bisa membuktikan itu. Kita juga berargumen, mereka (jemaah) juga sudah berani sumpah kalo mereka ga jualan. Jadi ini bisa dibilang kasus asal tangkap saja," ungkap Muhammad.

Jemaah Masih di Penjara dan Tunggu Proses Deportasi

Usai upayanya bersama muasasah Mazaya tak membuahkan hasil, Muhammad pun mencoba untuk terus berkoordiasi salah satunya dengan pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Makkah untuk mencari jalan keluar.

Dia bersama pihak KJRI lalu melakukan pertemuan kembali dengan Pimpinan Penjara Tarhil untuk memberikan pendampingan hukum pada Minggu (17/03/2024). Namun upaya bersama ini tak menghasilkan titik terang dimana petugas yang bersangkutan berasalan bahwa perkara ini sudah inkrah dan tak bisa dirubah.

"Pimpinan disana (penjara tarhil) bilang sudah gabisa apa apa karena sudah di vonis. Akhirnya karena sudah divonis dipastikan jemaah pulang lewat tarhil. Setelah itu pihak KJRI minta passpor ke pihak kita (muassassah) ada tidak, saya bilang passpor ada semua. Lalu sama KJRI mau dibikinkan SPLP ( Surat Pengganti Laksana Paspor). Jadi itu passpor tapi cuma untuk sekali jalan saja, bisanya ini dikeluarkan untuk orang yang kehilangan passpornya gitu," jelas Muhammad.

Muhammad mengatakan bahwa para jemaah hingga saat ini masih mendekam di penjara Arab Saudi. Sementara terkait pengurusan dan pendampingan jemaah sepenuhnya telah ditangani oleh KJRI selaku perwakilan resmi Negara Indonesia di Arab Saudi.

"Nah, jadi kemarin hari Minggu sudah diurus Passpornya ke Tarhil, nah nanti tarhil dia mengeluarkan surat exit untuk keluar nanti baru bisa dipakai untuk bisa dipakai pulang ke Indonesia. Saat ini masih dipenjara belum keluar," Tutup dia.

 

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id