himpuh.or.id

Kelakar Tradisi Titip Doa: Ya Allah Kabulkan Semua Doa Kami Sebagaimana Terlampir

Kategori : Berita, Khazanah, Ditulis pada : 17 Juni 2025, 17:40:49

FotoJet (36).jpg

HIMPUHNEWS – Setiap musim haji tiba, selalu ada hal unik yang terjadi yang seringkali mengundang tawa, di antaranya yaitu tradisi titipan doa dari sanak saudara, tetangga, teman, hingga rekan kerja. Doanya pun beragam: mulai dari minta rezeki lancar hingga minta jodoh.

Tradisi titip doa ini menjadi semacam budaya tak tertulis di tengah masyarakat Muslim Indonesia. Padahal, secara teologis, setiap orang bisa langsung berdoa kepada Allah tanpa perantara, apalagi lewat selembar kertas. Tapi tetap saja, begitu ada kerabat berangkat haji, ada aja yang bergegas menitipkan doa-doa harapannya.

Menurut Dr. H. Thobib Al-Asyhar, Direktkur GTK Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, fenomena ini telah mengakar dalam bentuk keyakinan yang dalam di berbagai daerah, meskipun secara teologis setiap orang bisa menyampaikan doa secara langsung.

“Memang secara teologis, doa bisa langsung disampaikan oleh siapa pun. Tapi saat haji, ada tempat dan waktu yang diyakini mustajab untuk berdoa, seperti di Multazam, Raudhah, Arafah, dan tempat-tempat sakral lainnya,” jelasnya sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenag, Selasa (17/6/2025).

Artinya, ini bukan soal tidak percaya pada doa sendiri, tapi soal memanfaatkan "momen suci" dalam spiritualitas Islam. Dan tentu saja, tidak ada salahnya menitip doa sebagai bentuk ikhtiar tambahan selama tidak disertai tekanan deadline dan follow-up: “Sudah dibacain belum, Mas?”

Thobib dalam tuturnya mengisahkan sebua cerita unik yang datang dari dr. Eddy M., seorang petugas kesehatan haji asal Jawa Tengah dan merupakan seorang dokter spesialis penyakit dalam. Di sela tugasnya memantau kesehatan jemaah, dia membawa sebuah buku kecil penuh tulisan tangan berisi titipan doa dari keluarga, teman dan tetangga.

“Setiap berada di tempat yang dianggap mustajab, ia dengan tekun membacakan satu per satu doa tersebut. Akibatnya, ia sering tertinggal dari rombongan, terutama saat berada di area Multazam dan Hijir Ismail di Masjidil Haram,” tuturnya.

Saking seringnya tertinggal, teman-temannya mulai memberi saran. Bukan soal medis, tapi strategi spiritual: doa kolektif!

“Pak Dokter, doanya singkat saja: ‘Ya Allah, kabulkanlah semua doa kami sebagaimana terlampir,” kelakar salah seorang temannya sambil tertawa.

Di balik candaan itu, tersirat keyakinan bahwa Tuhan Maha Mengetahui, bahkan terhadap doa-doa yang tertulis dalam lembaran kertas.

Cerita serupa juga datang dari salah seorang jemaah bernama Syamsul Huda asal Pasuruan, lanjut Thobib, yang menerima titipan-titipan unik saat menunaikan ibadah haji. Salah satunya adalah permintaan membawa tiga kerikil dari tanah haram yang dipercaya untuk kepentingan jimat atau pengobatan tertentu. Bahkan ada juga yang memintanya membeli serbuk kurma muda (ruthaf) yang diyakini dapat membantu mempercepat kehamilan.

Terlepas kesan humor dalam cerita tersebut, menurut Thobib tradisi titip doa yang mengakar dalam parole masyarakat, memiliki arti sosial yang bernilai.

“Tradisi titip doa ini ternyata tidak hanya menjadi praktik spiritual, tetapi juga mencerminkan jalinan relasi sosial yang kuat di antara masyarakat. Saat seseorang menitipkan doa, itu bukan sekadar permintaan spiritual, tapi juga bentuk pengakuan atas kedekatan, kepercayaan, dan harapan yang disematkan pada sang jemaah. Relasi ini menciptakan ikatan emosional yang mendalam, seolah-olah perjalanan haji tersebut bukan hanya milik individu, tapi mewakili harapan kolektif komunitasnya,” jelasnya.

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id