Terungkap! Indonesia dan Saudi Ternyata Punya Perjanjian 'Rahasia' untuk Berantas Mafia Haji Sejak 2017
HIMPUHNEWS - Bukan rahasia lagi bahwa penyelenggaraan ibadah haji sering disorot karena banyaknya praktik nakal dari mafia-mafia haji. Tapi siapa sangka, jauh sebelum kasus-kasus itu mencuat ke publik, ternyata Indonesia dan Arab Saudi sudah lebih dulu menjalin kerja sama untuk memberantasnya secara serius.
Adalah Agus Maftuh Abegebriel, mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi, yang membongkar kisah ini. Agus mengungkap bahwa sejak 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memiliki perjanjian resmi dengan lembaga antikorupsi Arab Saudi, NAZAHA, untuk melawan mafia haji lintas negara.
"Pada periode Ketua KPK, Pak Agus Raharjo pada tahun 2017 pernah merancang untuk operasi pem-bolduzerankecurangan-kecurangan dalam penyelenggaran ibadah haji dengan membuat MOU dengan Lembaga anti korupsinya Arab Saudi. Namanya NAZAHA," kata Agus dikutip dari detikhikmah, Kamis (25/09).
Bagi Tugas: KPK vs NAZAHA
Dalam perjanjian yang disebut sebagai bagian dari 20 MoU antara Indonesia dan Saudi (disebut SAUNESIA), peran dibagi tegas: KPK memburu mafia dari kalangan WNI, sementara NAZAHA mengurus mafia lokal dari pihak Arab Saudi.
Agus menyebut, kerja sama ini difokuskan untuk menyikat habis praktik-praktik “cash back” dan “cash bag” dari pemain-pemain nakal yang bermain di balik bisnis haji—mulai dari pemondokan, katering, hingga transportasi jemaah.
"KPK mengincar para mafia haji yang biasa menerima 'cash back' dan 'cash bag' dari para pemain-pemain haji di bidang pemondokan, katering, transportasi dan lain lain," ungkapnya.
Operasi Rahasia, Canggih dan Diam-diam
Sayangnya, Agus Maftuh mengaku tak mengetahui secara rinci kelanjutan operasi ini. Alasannya? Karena operasi-operasi KPK, menurutnya, digelar secara sangat rahasia.
Ia menyebut KPK punya mazhab “clandestine operation” dengan level “muntaha as-sirriyyah, sirriyun lil ghayah”—alias super top secret.
Tapi satu hal yang diungkap Agus adalah kecanggihan alat penyadapan KPK. Salah satunya perangkat bernama GII atau GI-2 (GSM Intercept Interrogator)—alat seukuran koper kecil lengkap dengan antena yang bisa menyadap nomor HP, IMEI, bahkan IMSI (16 digit unik di balik setiap SIM card).
“Tidak ada yang bisa 'ngumpet' dari device ini,” kata Agus.
Menariknya, Agus juga menyinggung soal isu lobi-lobi penambahan kuota haji yang belakangan menyeruak. Jika hal itu dianggap sebagai bagian dari skandal mafia haji yang kini sedang diusut KPK, Agus Maftuh tak gentar.
"Jika upaya melobi penambahan kuota jemaah dianggap sebagai bagian dari skandal yang kini tengah ditangani KPK, maka dirinya pun siap disebut sebagai bagian dari orkestra tersebut," ujarnya tegas.
Bagi Agus, yang terpenting adalah komitmen untuk terus memperjuangkan kenyamanan dan hak-hak jemaah haji Indonesia, sekaligus mendukung upaya bersih-bersih dari praktik kotor di balik layar penyelenggaraan haji.
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku