himpuh.or.id

PPIU dan PIHK Akan Tinggal Kenangan?

Kategori : Khazanah, Topik Hangat, Ditulis pada : 09 Maret 2023, 11:43:58

FotoJet - 2023-01-07T152948.258.jpg

Anda yang pernah hidup diera tahun 1980-an pasti masih ingat Indonesia pernah memiliki koin pecahan Rp. 50 bergambar burung Kakaktua. Dan tentu masih teringat juga demikian pentingnya koin ini ketika mengantri di box kaca berwarna biru.

Box ajaib ini bernama telepon umum. Salah satu kenangan manis bersama telepon umum yang saya ingat adalah menyiapkan koin yang sudah diikat bersama benang, serasa memiliki pulsa unlimited (maafkan saya Telkom).

Namun masa kejayaan telepon umum berakhir ketika teknologi telekomunikasi berkembang. Di era tahun 1990-an masuklah di Indonesia penemuan baru bernama WarTel (Warung Telekomunikasi). Yang akhirnya kandas juga ketika Motorola dan Nokia membanjiri pasar Indonesia dengan handphone batangannya.

Hare gene gak punya hape? Slogan ini bisa dikatakan mengubur sejarah peradaban WarTel di Indonesia, dimana sejak itu handphone mudah didapat dan harganyapun terjangkau.

Saya membuat tulisan ini menggunakan smartphone, yang merupakan teknologi wangsa handphone tertinggi saat ini, dimana telepon genggam tidak sebatas sebagai alat komunikasi saja, namun sudah berubah menjadi alat bantu pekerjaan dan fungsi aplikatif lainnya.

Dan tahukah Anda bahwa ternyata perkembangan teknologi telekomunikasi ini berpengaruh secara langsung kepada industri agen perjalanan wisata? Mari kita saksikan.

Era Elektronik Tiket

Bagi agen perjalanan wisata yang mengkhususkan dirinya sebagai penyelenggara Haji (PIHK) dan penyelenggara perjalanan Umrah (PPIU), bisa dikatakan penjualan tiket penerbangan adalah ‘usaha sampingan’ untuk menopang operasional mereka, mengingat masa operasi untuk PPIU dalam 1 tahun hanya berjalan 10 bulan saja, 2 bulan selebihnya menganggur alias tanpa penghasilan. Kekosongan 2 bulan ini dapat tertolong dengan tetap eksis memasarkan tiket penerbangan dan kegiatan perjalanan wisata lainnya.

Namun bisa dikatakan pupus sudah berharap dari penjualan tiket, selain marginnya yang semakin menipis (beberapa maskapai kini sudah menerapkan kebijakan komisi 0%), tiket penerbangan kini sangat mudah didapatkan tanpa harus repot-repot datang ke travel agen. Betulkah demikian?

Seiring perkembangan zaman, pada tahun 1994 dimulailah era revolusi industri penerbangan. Berbagai langkah efisiensi dilakukan, salah satunya adalah digantikannya tiket penerbangan manual dengan tiket elektronik (e-tiket).

Sebelum e-tiket ada, konsumen harus datang langsung ke kantor maskapai penerbangan atau ke travel agen untuk mendapatkan tiket penerbangan. Konsumen juga harus rela menunggu tiket diterbitkan, dimana customer service akan menulis secara manual ke voucher tiket data-data penerbangan mulai dari nama penumpang, rute, nomor penerbangan, sampai ke biaya tax, iwjr dan total harga tiket.

Bayangkan kalau konsumen membeli 10 tiket saja untuk mudik sekeluarga, maka untuk menunggu tiket terbit dibutuhkan sekurangnya 1 jam.

Kemudian pada 1 Juni 2008, IATA selaku asosiasi penerbangan dunia mulai mewajibkan anggotanya (maskapai penerbangan) untuk menerapkan e-tiket ini. Manfaatnya sudah dirasakan masyarakat Indonesia, dimana sejak tahun 2012 maskapai penerbangan nasional sudah menerapkan tiket elektronik sebagai pengganti tiket manual.

Revolusi ini tidak disia-siakan oleh para pelaku bisnis. Konsumen semakin dimanjakan dengan kemudahan transaksi mandiri melalui internet baik dalam bentuk website maupun aplikasi. Namun secara signifikan hal tersebut juga menyebabkan transaksi penjualan tiket di travel agen terus menurun.

Konsumen semakin terbiasa melakukan pembelian melalui situs online maupun aplikasi, yang notabene para penjual ini bahkan tidak memiliki lisensi sebagai travel agen!

Anda cukup memiliki sebuah smartphone, tanpa harus memiliki kantor dan segala tetek bengek legalitasnya, tanpa perlu sertifikasi yang berbiaya tinggi, lalu lakukan proses registrasi di raksasa-raksasa e-commerce (traveloka, tiket.com, agoda, booking.com, dll), maka Anda sudah menjelma menjadi travel agen sungguhan yang memiliki produk lengkap kepariwisataan mulai tiket penerbangan, tiket kereta api, paket tour, voucher hotel dan seterusnya.

Konyolnya lagi, kalau Anda ulet, maka tidak dibutuhkan karyawan, silahkan kerjakan semuanya sendiri, yang penting ada seceret kopi dan hape on 24 jam.

Hal yang sama berlaku juga untuk hotel, paket tour dan visa. Jangankan hotel bintang 5, sekelas kos-kosan saja sekarang mudah Anda booking secara online melalui aplikasi maupun website. Demikian dengan visa. Turki adalah salah satu negara yang memudahkan visa untuk berkunjung ke negaranya sebagai turis. Tinggal klik formulir pendaftaran di website, dalam hitungan menit visa Turki sudah ditangan Anda. Dan kesemua ini bisa berjalan tanpa harus berhubungan dengan travel agen resmi berlisensi dan bersertifikasi!

Dahulu telepon umum yang masuk musium, disusul wartel dan warnet yang sudah tinggal sejarah, dan kini korban perkembangan teknologi komunikasi adalah biro perjalanan wisata (travel agen).

PIHK dan PPIU

Lalu bagaimana dengan PPIU dan PIHK? Walaupun PPIU dan PIHK adalah juga termasuk Biro Perjalanan Wisata, namun kegiatan usahanya sampai saat ini masih terlindungi oleh Undang-Undang. Dengan segala persyaratan yang ketat dan diawasi langsung tidak kurang dari 2 lembaga dan 9 kementerian, penyelenggaraan Umrah terlebih Haji masih memerlukan kehadiran travel agen.

Namun, seirama dengan Visi Saudi Arabia 2030, dimana pemerintahnya akan merealisasikan rencana untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada sektor minyak bumi, mendiversifikasi ekonomi Arab Saudi, serta mengembangkan sektor layanan umum seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, rekreasi dan pariwisata, maka bisa jadi PPIU dan PIHK akan mengalami nasib yang sama dengan telepon umum dan wartel, just history!

Tanda-tanda ke arah itu sudah semakin nyata. Kebijakan pemerintah Saudi Arabia terbaru terkait visa Umrah yang diterapkan bulan Mei 2019 ini, adalah cikal bakal menuju elektronik visa Umrah seutuhnya. Secara fisik kini visa Umrah sudah berbentuk selembar kertas bukan? Penerbitannya pun demikian mudahnya. Cukup kirim foto paspor ke provider visa Umrah, lampirkan data pendukung (tiket penerbangan, bukti vaksinasi, itinerary), tanpa harus ada fisik paspor, tanpa perlu datang ke Kedutaan Saudi Arabia di Jakarta, dalam hitungan jam visa Umrah sudah bisa di print langsung dari komputer Anda di kantor ataupun di rumah.

Fakta lainnya adalah bahwa kini, sudah terjadi, Anda bisa mendapat visa Umrah dari negara lain, seperti saudara-saudara kita di Pulau Sumatera yang sudah beralih menjadi konsumen travel agen Singapura dan Malaysia. Dan sebaliknya warga negara asing juga bisa mendapat visa Umrah dari provider Indonesia.

Maka ketahuilah kedepannya untuk mendapatkan visa Umrah akan seperti mendapatkan visa Turki. Tanpa melibatkan provider visa, apalagi PPIU dan PIHK.

Lalu ketika visa Umrah sudah demikian mudahnya, hotel tinggal cari di internet, transportasi konon akan dibundling di visa Umrah (sudah berlaku per 10 Mei 2019), kira-kira dimana peran PPIU/PIHK?

Betul bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah, kita cukup berdoa dan tetap berikhtiar, hal sama yang pernah dilakukan pengusaha- pengusaha wartel ditahun 1990-an, dan nyatanya mereka semua gulung tikar.

Tulisan ini tidak bermaksud mengecilkan doa dan ikhtiar, apalagi mengintimidasi dan menciptakan keputus asaan. Namun itulah kenyataan yang kita semua akan hadapi, cepat atau lambat, suka tidak suka. Maka persiapkanlah sebaik-baiknya. Mengutip tulisan dari salah seorang senior saya di PIHK : “Keluarlah dari zona nyaman Anda, dan bersiaplah untuk masuk zona peperangan”.

Tetap semangat Saudara-Saudariku. Bergeraklah, atau tertinggal!

Jakarta, 13 Mei 2019

Ditulis oleh Firman M Taufik P

Praktisi penyelenggara Umrah-Haji sejak tahun 1995

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id