#BersihAmanahProfesional
(021) 83780435 - 37
info@himpuh.or.id
082230139999

Fasilitasi Umrah Backpacker, Komisi VIII Ajukan Revisi UU Penyelenggaraan Umrah

Kategori : Berita, Topik Hangat, Ditulis pada : 23 Februari 2024, 10:02:54

WhatsApp_Image_2020-02-13_at_17_41_05.jpeg

HIMPUHNEWS - Fenomena Umrah Backpacker saat ini tengah menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Fenomena ini kian marak seiring dengan kebijakan Arab Saudi yang membuka seluas-luasnya kesempatan bagi umat muslim untuk mengurus secara mandiri keberangkatan umrahnya ke tanah suci dengan menghadirkan platform aplikasi nusuk. 

Di Indonesia, Praktik semacam menjadi perdebatan karena dinilai bertentangan dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2019 pasal 46 yang khusus membahas tentang perjalanan ibadah umrah yang harus melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Hal inilah yang kemudian mendorong Kementerian Agama untuk memberikan penegasan bahwa umrah backpacker adalah praktik yang melanggar hukum.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid berpandangan bahwa dengan kesempatan jemaah yang kian mudah dalam mengurus keberangkatan umrahnya ke tanah suci maka perlu kiranya aturan mengenai larangan umrah mandiri atau backpacker yang tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 untuk segera direvisi. 

"Secara umum, kebijakan Haji dan Umrah Saudi semakin terbuka lebar untuk kedatangan jemaah, sehingga pemerintah Indonesia harusnya antisipatif dengan menyiapkan aturan yang juga memudahkan jemaah. Apalagi pemerintah bersama DPR juga sedang merancang revisi UU Haji dan Umrah untuk memudahkan fleksibilitas penyelenggaraan haji, di mana fleksibilitas tersebut bisa turut diberikan pada pelaksanaan umrah," tutur Hidayat yang juga anggota komisi VIII DPR RI dalam keterangan tertulis, Kamis (22/2/2024).

Umrah mandiri yang populer dikenal sebagai umrah backpacker kini dapat dilakukan oleh masyarakat. Tanggung jawab individu jemaah umrah menjadi kepentingan yang perlu diperhatikan agar umrah mandiri atau backpacker ini dapat terlaksana.

HNW, sapaan akrabnya, juga menambahkan, bahwa perbaikan aturan Penyelenggaraan Ibadah Umrah ini sejalan dengan agenda di Komisi VIII DPR-RI yang telah memasukkan revisi UU No. 8 Tahun 2019 tersebut sejak akhir tahun 2022 ke Prolegnas DPR-RI.

Dalam penjelasan HNW, UU No. 8 Tahun 2019 Pasal 86 ayat (1) dan (2), penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), yakni biro travel yang terdaftar dan berizin di Kementerian Agama.

Sejalan dengan kebijakan visa turis Arab Saudi, warga yang ingin umrah kini bisa mengakses langsung hanya dengan memesan tiket pesawat dan mendaftarkan diri di aplikasi Nusuk yang disediakan dan disosialisasikan oleh pihak Pemerintah Saudi Arabia.

"Artinya, kini sangat mudah bagi warga dunia termasuk Indonesia untuk menjalankan ibadah umrah. Dan itu yang sudah dinikmati para calon jemaah umrah dari seluruh dunia. Itulah yang juga disampaikan atau diaspirasikan oleh berbagai pihak calon jemaah umrah, bahkan sebagian biro travel umrah, saat saya melaksanakan kegiatan reses kali ini. Sehingga saya usulkan agar Pasal 86 UU No. 8 Tahun 2019 yang rigid itu, untuk diubah dengan memasukkan poin bolehnya penyelenggaraan ibadah umrah oleh perseorangan atau kelompok masyarakat. Agar umrah backpacker diperbolehkan dan tidak dilarang lagi, karena pemerintah Saudi bahkan sudah membolehkan. Tentunya ketentuan baru itu juga tetap mengharuskan tanggung jawab dari pihak yang laksanakan ibadah umrah secara mandiri atau backpacker, juga tetap harus hadirnya negara untuk melindungi semua warga bangsa bila terjadi masalah, termasuk jemaah umrah mandiri atau backpacker itu," sambung Hidayat.

Menurutnya juga, jika umrah mandiri dilegalisasi, maka tidak akan berdampak negatif pada pendaftaran keberangkatan umrah melalui biro travel. Pasalnya, masing-masing biro travel sudah memiliki ceruk jemaahnya sendiri dengan beragam fitur pelayanan. Regulasi baru itu nantinya malah bisa mendorong untuk makin profesionalnya biro travel umrah, sehingga makin baik dan tidak mengulangi masalah terkait jemaah umrah.

Sejalan dengan kebijakan umrah mandiri, diharapkan mampu mengoreksi biro travel umrah yang bermasalah, terutama untuk biro-biro travel umrah yang bodong. Mereka yang menjanjikan keberangkatan umrah dengan harga murah, namun nyatanya tidak melaksanakan janji manis yang disampaikan.

Hal ini menimbulkan banyak masalah dan kerugian terhadap jemaah umrah dan pemerintah Indonesia. Nantinya, dengan muncul regulasi yang baru, para jemaah akan memilih untuk umrah mandiri dan tidak menggunakan biro travel dengan pertimbangan biro travel bodong.

Jika memperhatikan wisata religi agama lain, tidak ada aturan harus melalui biro travel atau larangan wisata religi backpacker. Maka, biro travel wisata religi di luar Haji-Umrah juga dapat berkembang dan tetap tumbuh subur di Indonesia. Sehingga kalangan nonmuslim dapat melakukan kunjungan wisata religi secara mandiri atau backpacker secara leluasa, dan tanpa hambatan.

"Dengan semakin panjangnya antrean untuk haji, ibadah umrah atau biasa dianggap sebagai haji kecil adalah solusi mengobati kerinduan jemaah Indonesia untuk ke Tanah Suci. Apalagi pemerintah Saudi sudah membolehkan visa turis dan visa umrah mandiri via aplikasi Nusuk yang dikeluarkan oleh pihak berotoritas di Saudi. Karenanya, Pemerintah RI harusnya berlaku adil sebagaimana diberlakukan untuk wisata religi non-Islam. Pemerintah harusnya juga membolehkan dan memfasilitasi dengan memperbaiki regulasi dan membuka opsi-opsi legal untuk penyelenggaraan ibadah umrah, termasuk keberangkatan umrah mandiri, dengan tetap memaksimalkan kewajiban negara melindungi warganya dengan tetap mengingatkan tanggung jawab dari masing-masing calon jemaah umrah mandiri atau backpacker agar benar-benar dapat melaksanakan ibadah umrah dengan baik, benar agar ibadah umrahnya penuh berkah, dan doanya untuk Indonesia juga diijabah," pungkasnya.

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id