himpuh.or.id

Sun Go Ku Naik Haji?

Kategori : Khazanah, Ditulis pada : 19 Desember 2025, 15:44:44

Son Goku Pakai Gamis.jpeg

Moh. Ikhsan Kurnia, MBA.


Judul itu terdengar seperti guyonan warung kopi. Terlalu absurd untuk dianggap serius. Namun justru di situlah kekuatannya. Arab Saudi—negeri yang selama puluhan tahun diasosiasikan dengan kesakralan, ibadah, dan konservatisme—memutuskan membangun taman hiburan Dragon Ball. Son Goku, Vegeta, dan Shenron akan berdiri megah di tanah gurun. Bukan dalam mimpi penggemar anime. Melainkan sebagai proyek negara. Sebagai strategi ekonomi. Sebagai pesan politik kebudayaan.

Saudi sedang berubah. Dan perubahan itu disengaja. Dunia tak lagi bisa bergantung pada minyak. Transisi energi berjalan pelan tapi pasti. Mobil listrik, energi terbarukan, dan tekanan iklim membuat masa depan minyak kian pendek. Saudi membaca tanda-tanda zaman itu. Mereka tahu, jika tidak beradaptasi, kekayaan hari ini bisa menjadi kemiskinan esok hari. Maka pariwisata dijadikan tumpuan. Tapi bukan pariwisata biasa. Mereka memilih jalan ekstrem: hiburan global berskala raksasa.

Dragon Ball bukan sekadar komik Jepang. Ia adalah mitologi modern. Lahir dari imajinasi Akira Toriyama, tetapi hidup dalam ingatan kolektif jutaan manusia lintas generasi. Dari Asia hingga Amerika Latin. Dari Eropa hingga Timur Tengah. Goku adalah simbol kegigihan, latihan tanpa henti, dan pencarian kekuatan diri. Nilai-nilai yang justru mudah diterima siapa pun. Inilah yang dibaca Saudi. Budaya pop adalah bahasa universal. Tidak perlu diterjemahkan. Tidak perlu dipaksakan.

Dalam teori hubungan internasional, Joseph Nye menyebut ini sebagai soft power. Kekuasaan yang tidak memerintah, tetapi memikat. Tidak mengancam, tetapi mengundang. Negara tidak lagi cukup kuat dengan senjata dan uang. Ia harus punya daya tarik. Imajinasi. Cerita. Pengalaman. Saudi kini bermain di wilayah itu. Mereka ingin dunia datang bukan karena kewajiban agama, tetapi karena keinginan personal. Karena hiburan. Karena nostalgia.

Tentu saja langkah ini terasa janggal. Anime Jepang di negeri penjaga dua kota suci. Imajinasi bebas di ruang sosial yang dikenal ketat. Di sinilah kegelisahan muncul. Apakah sakral dan profan bisa hidup berdampingan? Apakah agama tidak akan tergerus oleh komersialisasi? Pertanyaan ini wajar. Bahkan tak terhindarkan. Max Weber, sosiolog Jerman, jauh hari telah mengingatkan tentang disenchantment of the world. Dunia modern, kata Weber, cenderung menghilangkan pesona kesakralan. Segala sesuatu diukur. Dihitung. Dimonetisasi.

Namun Saudi tampaknya mencoba membedakan ruang. Yang sakral tetap sakral. Haji tetap haji. Masjid tetap masjid. Tapi di luar itu, ekonomi harus bergerak. Anak muda harus bekerja. Negara harus bertahan. Hiburan pun diberi tempat. Ini bukan tanpa risiko. Tapi stagnasi juga risiko. Bahkan lebih berbahaya.

Dragon Ball sendiri lahir dari budaya Jepang pascaperang. Budaya yang cair. Adaptif. Tidak kaku. Kini ia ditempatkan di konteks sosial yang sangat berbeda. Pertanyaannya bukan lagi apakah Goku pantas ada di Saudi. Melainkan: apakah Saudi siap berubah lebih jauh? Karena budaya pop tidak datang sendirian. Ia membawa nilai. Gaya hidup. Cara pandang. Dan perubahan sering kali datang pelan-pelan, tanpa disadari.

Kita sudah melihat tanda-tandanya. Konser musik digelar. Bioskop dibuka. Pariwisata dilonggarkan. Perempuan diberi ruang lebih luas. Semua ini bukan kebetulan. Dragon Ball hanyalah simbol paling mencolok dari proses panjang itu. Simbol bahwa Saudi ingin menegosiasikan ulang identitasnya di mata dunia.

Indonesia seharusnya belajar. Kita punya budaya. Punya cerita. Punya tokoh mitologis. Tapi sering ragu mengemasnya. Takut dianggap menodai kesakralan. Takut dikritik. Takut salah langkah. Saudi memilih sebaliknya. Mereka melangkah dengan percaya diri. Dengan risiko penuh. Dengan skala besar.

Son Goku tentu tidak akan naik haji. Ia tokoh fiksi. Tapi jutaan penggemarnya akan “berziarah” ke Saudi. Datang membawa devisa. Datang membawa cerita baru. Tentang Saudi yang berbeda. Saudi yang tidak hanya gurun dan minyak. Melainkan panggung imajinasi global.

Dunia memang sedang berubah. Yang sakral tetap sakral. Tapi yang profan makin kreatif. Dan negara yang menolak membaca zaman, cepat atau lambat, akan ditinggalkan. Saudi memilih bergerak. Dengan cara yang mengejutkan. Dengan ikon yang tak terduga. Dengan satu pesan sederhana: masa depan tidak menunggu mereka yang ragu.

*Akademisi, Penggemar Serial Dragon Ball.

messenger icon
messenger icon Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id