Omnibus Law, PPIU bukan milik muslim lagi
Omnibus Law, topik hangat yang sedang bergulir di masyarakat luas saat ini, baik pelaku dunia usaha, karyawan, buruh dan profesi lainnya. Mengapa demikian?
Omnibus law adalah regulasi atau Undang-Undang (UU) yang mencakup berbagai isu atau topik. Secara harfiah, definisi omnibus law adalah hukum untuk semua. Istilah ini berasal dari bahasa latin, yakni omnis yang berarti 'untuk semua' atau 'banyak'. Jika melihat sistem perundang-undangan di Indonesia, UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU Payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain.
Konsep utama adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis Nasional. Dunia usaha di dalam negeri yang berpuluh tahun dibelenggu puluhan ribu aturan pusat hingga daerah yang tumpang tindih, pada akhirnya disadari Pemerintah telah melumpuhkan kekuatan pelaku usaha untuk memiliki daya saing ditingkat persaingan global dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Itulah sebabnya sekarang lahir gagasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang pada intinya ingin menyederhanakan berbagai Undang-Undang atau aturan-aturan di semua sektor yang dinilai menghalangi pertumbuhan ekonomi dan menghambat masuknya investor ke Indonesia.
Dan pemerintah Indonesia sudah memiliki konsep (draft) Omnibus Law ini yang dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja / RUU tentang Cipta Kerja dan telah diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) pada tanggal 12 Februari 2020 lalu, pembahasannya akan melibatkan tujuh komisi dalam 11 klaster. RUU Omnibus Law Cipta Kerja terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal, yang akan merombak 79 Undang-Undang, termasuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah!
Apa yang berubah di RUU tentang Cipta Kerja yang berdampak kepada industri Umrah dan Haji?
UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Pasal 89 Untuk mendapatkan izin menjadi PPIU, biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan: a. dimiliki dan dikelola oleh warga negara Indonesia beragama Islam; b. terdaftar sebagai biro perjalanan wisata yang sah; c. memiliki kemampuan manajerial, teknis, kompetensi personalia, dan kemampuan finansial untuk menyelenggarakan Ibadah Umrah yang dibuktikan dengan jaminan bank; d. memiliki mitra biro penyelenggara Ibadah Umrah di Arab Saudi yang memperoleh izin resmi dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi; e. memiliki rekam jejak sebagai biro perjalanan wisata yang berkualitas dengan memiliki pengalaman memberangkatkan dan melayani perjalanan ke luar negeri; dan f. memiliki komitmen untuk memenuhi pakta integritas menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Menteri dan selalu meningkatkan kualitas penyelenggaraan Ibadah Umrah. |
Diubah menjadi :
RUU tentang Cipta Kejra Paragraf 14, Kegamaan, Pasal 75 Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dari sektor keagamaan, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6388) diubah: Ketentuan Pasal 89 (UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 89 |
Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam RUU tentang Cipta Kerja khususnya untuk industri Umrah dan Haji adalah :
- RUU tentang Cipta Kerja menghilangkan kalimat "dimiliki oleh warga negara beragama Islam" untuk kepemilikan PPIU.
- Seluruh ketentuan yang awalnya dibawah kendali Kementerian Agama RI, diubah menjadi dibawah Pemerintah Pusat.
- Pemerintah pusat yang dimaksud dalam RUU tentang Cipta Kerja adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Apa yang sudah dilakukan Himpuh terkait hal ini?
Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang ternyata juga menyasar revisi atas sejumlah pasal-pasal krusial di UU No.8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Umrah dan Haji yang memberi peluang masuknya investor asing di sektor ini. Ancaman ini lebih nyata berada didepan mata bagi PPIU/PIHK karena RUU ini ditarget selesai dalam hitungan bulan kedepan di tahun ini (Juli 2020). Oleh karena itu, Himpuh berkolaborasi dengan lintas Asosiasi saat ini fokus memprioritaskan upaya pengawalan atas perkembangan RUU Omnibus Law ini untuk memastikan keberadaan dan keberlangsungan usaha PPIU/PIHK tetap terlindungi. Sebab jika RUU ini kelak benar-benar menjadi UU, maka kedudukannya akan melibas sejumlah pasal di UU no.8/2019 dan tentu juga membuat PMA turunannya teranulir. Apalagi draft RPMA umrah dan haji saat ini begitu membelenggu gerak pelaku usaha dan kontradiktif dengan misi RUU Omnibus Law tersebut.
HIMPUH secara intens menyikapnya dengan sangat serius, berbagai upaya sudah dilakukan oleh Ketua Umum dan jajaran pengurus lainnya untuk menyuarakan kepentingan pelaku usaha Umrah dan Haji. Mengingat topik besar ini akan mempengaruhi secara umum, tidak hanya kepada anggota HIMPUH saja, maka HIMPUH melakukan segala upaya terhadapnya berkolaborasi dengan asosiasi lainnya. Diantara yang sudah dilakukan Himpuh adalah :
- Berdiskusi dan beraudensi dengan pihak-pihak terkait.
- Menulis surat usulan perubahan kepada komisi VI DPR RI, komisi VIII DPR RI dan Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan KADIN untuk Konsultasi Publik Omnibus Law.
Link penting terkait Omnibus Law :
- RUU tentang Cipta Kerja (Draft)
- Surat HIMPUH ke Komisi VI DPR RI
- Surat HIMPUH ke Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan KADIN untuk Konsultasi Publik Omnibus Law.
- Dokumentasi kegiatan pengurus HIMPUH terkait Omnibus Law / RUU Cipta Kerja.
- Update terbaru tentang RUU Cipta Kerja.
Berita terkait Omnibus Law :
18 Jul 2020 : Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) terhitung mulai Agustus 2020 mendapatkan mandat untuk mengurus izin biro perjalanan umrah. Pelimpahan pengurusan izin biro umrah ke BKPM dari sebelumnya Kementerian Agama itu sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha. |
Mohon untuk memberikan komentar dengan jelas, sopan, dan bijaksana
Segala tulisan di ruang publik dapat meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan
Segala tulisan yang memberikan sentimen negatif terkait SARA, ujaran kebencian, spamming, promosi, dan berbagai hal yang bersifat provokatif atau melanggar norma dan undang-undang dapat diproses lebih lanjut sesuai undang-undang yang berlaku